Ø Pengertian Hukum Lingkungan
Hukum
lingkungan memiliki arti yang sama dengan lingkungan itu sendiri. Disebutkan
dalam UU Nomor 4 Tahun 1982 Pasal 1 ayat (1) tentang Ketentuan Pokok-Pokok Lingkungan
Hidup yang diperbaharui dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup) adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Menurut pasal
1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelanngsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup. Menurut Pasal 2. Pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup Lingkungan amat penting bagi
kehidupan manusia. Segala yang ada pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya
dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah sebagai
berikut:
1.
Lingkungan merupakan tempat hidup
manusia. Manusia hidup, berada, tumbuh, dan berkembang, diatas bumi sebagai
lingkungan.
2.
Lingkungan memberi sumber-sumber
penghidupan manusia.
3.
Lingkungan memengaruhi sifat, karakter,
dan perilaku manusia yanng mendiaminya.
4.
Lingkungan memberi tantangan bagi
kemajuan peradaban manusia.
5.
Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan
menciptakan lingkungan untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup.
Siti Sundari Rangkuti menyatakan,
hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara
manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar bisa dikenai sanksi
(170:2005). Sanksi yang termuat dalam hukum lingkungan merupakan sanksi-sanksi
yang telah diatur sebelumnya dalam hukum perdata, hukum pidana, serta hukum
administrasi. Hukum lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai yang sedang
berlaku dan nilai-nilai yang diharapkan akan berlaku pada masa mendatang.
Sementara
Drupsteen dalam Koesnadi Hardjasoemantri mengatakan hukum lingkungan adalah
hukum berhubungan dengan alam (natuurlijk
milieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan erat dengan
dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian hukum
lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan.
Mengingat pengelolaan dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum lingkungan
sebagian besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuurs – recht). Disamping hukum lingkungan pemerintahan (bestuurs - natuurlijk milieurecht)
yang dibentuk pemerintah pusat, ada juga yang berasal dari pemerintah daerah,
dan sebagian dibentuk oleh badan-badan internasional atau perjanjian-perjanjian
dengan Negara-negara lain. Demikian pula terdapat hukum lingkungan keperdataan
(privaatrechtelijk milieurecht),
hukum lingkungan ketatanegaraan (staatrechtelijk
milieurecht), hukum lingkungan
kepidanaan, (strafrechtelijk milieurecht) sepanjang bidang hukum ini
memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Hukum lingkungan, selain dipengaruhi
oleh hukum keperdataan dan hukum administrasi, juga dipengaruhi oleh
nilai-nilai moral yang dianut masyarakat setempat, dalam bentuk hukum adat atau
hukum kebiasaan. Nilai-nilai moral tersebut diyakini apabila dilanggar bisa
mendapatkan sanksi, yang umumnya berupa denda.
Kesadaran
terhadap masalah lingkungan berupa kesadaran terhadap kemunduran kualitas
lingkungan, yang diakibatkan oleh pencemaran, pengrusakan, dan gangguan.
Kesadaran itu timbul pada tataran global/internasional yang
dituangkan/dinyatakan dalam Deklarasi, Konvensi, Kesepakatan, dan pembentukan
kelembagaan dunia regional, serta nasional. Masalah-masalah global yang muncul
dalam kerangka hubungan antar bangsa dan masalah-masalah nasional timbul dalam
rangka internal masing-masing Negara, baik dimensi public maupun privat karena
berbagai kepentingan yang terkait tidak saja kepetingan kolektif (Collective
Rights) tetapi juga berkaitan dengan hak dan kepentingan indivual (Individual
Rights), oleh karenanya pelaku perusakan lingkungan dapat pula besifat
individual (Individual Crime), kolektif (Collective Crime) maupun dilakukan
oleh badan hukum (Corporate Crime); Dengan demikian kerusakan lingkunganpun
yang semakin luas tidak hanya alam, flora dan fauna (The Ecological Approcah)
tetapi juga masa depan generasi manusia yang memungkinkan menderita akibat
kerusakan mutu lingkungan hidup.
Masalah-masalah ingkungan global
maupun nasional tentunya diperlukan pengaturan yang bersifat nasional dan global pula, agar kasadaran akan
lingkungan yang baik dan sehat dalam konteks pembangunan berkelanjutan bisa di
tata dengan memperhatikan berbagai disiplim ilmu, termasuk ilmu hukum untuk
mengendalikan perilaku manusia karena manusialah yang mempunyai peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup dengan mengembangkan yang baik dan bermanfaat dan
mengeliminer yang tidak/kurang baik bagi kehidupan manusia.
Ø Kesadaran
Nasional
Kita tak hendak melihat kesadaran
nasional Negara tetangga kita akan tetapi kita lihat pengaturan mengenai
pengaturan lingkungan hidup Indonesia; Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) telah menandai awal
pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan
hidup Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari
satu dasawarsa sejak diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran
lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara
lain oleh makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang
lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan
masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak
hanya sekedar berperanserta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara
itu, permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin kepastian
hukum. Di sisi lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi
internasional akan makin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup
Indonesia. Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu
untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ruang wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik
sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan
upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan
berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional
dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan
social sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun1945; Demikian filosofi yang menjadi konsideran dalam
Undang- Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
UU No. 23 Tahun 1997 ini dibentuk
sebelum perubahan UUD 1945, oleh karena itu konsiderans, jalan pemikiran dan
materi muatannya difungsikan untuk melaksanakan Aturan Hukum Dasar UUD 1945
sebelum perubahan, dan oleh karena itu UU ini perlu disesuaikan dengan semangat
dan materi perubahan UUD 1945, atau berbagai UU yang sekarang berlaku dan/atau
pembentukan UU masa datang di bidang lingkungan hidup disesuaikan dengan UUD
1945 perubahan. Hal itu karena mengenai lingkungan hidup telah menjadi Aturan
Hukum Konstitusional baik dalam rangka HAM, perekonomian nasional, dan
kesejahteraan rakyat, maupun dalam rangka otonomi daerah sebagaimana diatur
dalam berbagai Pasal berikut ini.
a. Pasal 18B ayat (2) mengatur bahwa :
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
b. Pasal 28C ayat (2) bahwa : Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
c. Pasal 25A bahwa : Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
d. Pasal 28F bahwa : Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
e. Pasal 28H ayat (1) bahwa : Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
f. Namun sesuai Pasal 28J bahwa :
1) Setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
g. Pasal 33 mengatur bahwa :
1)
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2)
Cabang
– cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
3)
Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4)
Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatua ekonomi
nasional.
5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
h. Pasal 34 mengatur bahwa :
1) Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
2) Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Oleh karena itu, selain yang telah
dikemukan di depan, Sistem Hukum Lingkungan Hidup Indonesia barang tentu perlu
disesuaikan dengan semngat perubahan UUD 1945 dan Aturan Hukum Dasar dalam
Pasal-pasal UUD 1945 tersebut. Dalam konsideran Undang- Undang no.23 tahun 1997
dikatakan: Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap
warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa pembangunan ekonomi nasional
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Kita perhatikan juga undangundang No.32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup sebagai pengganti
Undang-Undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tak bisa
kita lepaskan dalam membangunan karena menyangkut dua hal yang saya sampaikan
diatas yaitu lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, tentunya
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pembangunan yang berwawasan
lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat.
Tentunya masyarakat dan Pemerintah
sangat memahami pentingnya pembangunan nasional karena itu orientasi
pembangunan tersebut sudah melalui setidaknya Kajian lingkungan hidup strategis
(KLHS) dengan memperhatikan asas-asas seperti keserasian dan keseimbangan,
keteraduan, manfaat, ekoregion, partisipatif, kearifan local dalam paradigm
baru dimana penguatan tata kelola pemerintahan yang baik dan penguatan otonomi
daerah.
Sedangkan asas-asas sebagaimana
diatas dapat dilihat dalam penjelasan pasal demi pasal dimana yang dimaksud
dengan :
a. “Asas keserasian dan keseimbangan”
adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek
seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian
ekosistem.
b. “Asas keterpaduan” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan
berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.
c. “Asas manfaat” adalah bahwa segala
usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan
potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.
d. “Asas keadilan” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas
generasi, maupun lintas gender.
e. “Asas ekoregion” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik
sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan
kearifan lokal.
f. “Asas partisipatif” adalah bahwa
setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
g. “Asas kearifan lokal” adalah bahwa
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
h. “Asas tata kelola pemerintahan yang
baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh
prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
i.
“Asas
otonomi daerah” adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses-proses demikian senantisa di
informasikan pada masyarakat pada umumnya dan khususnya pada masyarakat yang
terkena proyek kegiatan agar tidak dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung
jawab demi keuntungan pribadi.
Ø Kesadaran
Global/Internasional
Kesadaran global/ Internasional akan
lingkungan hidup sebagai bentuknya yaitu diperingatinya Hari
Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni. Peringatan ini dimaksudkan untuk menggugah
kesadaran dan kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang
cenderung semakin rusak. Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan
pada tahun 1972 sebagai rangkaian kegiatan lingkungan dari dua tahun sebelumnya
ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson menyaksikan betapa kotor
dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Selanjutnya, ia mengambil prakarsa bersama
LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan.
Dari Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup yang diselanggarakan pada tanggal
5 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Tanggal 5 Juni tersebut di tetapkan sebagai
hari Lingkungan Hidup Sedunia.Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan
melalui cara sebagai berikut:
1. Meningkatkan
kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
2. Menumbuhkankembangkan
kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
3. Menumbuhkan
ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.
4. Memberikan
saran dan pendapat.
5. Menyampaikan
informasi dan/atau menyampaikan laporan.
Hasil konferensi ini lazim disebut
dengan Stockholm declaration, yang melahirkan 26 prinsip/asas dimana Prinsip I
Deklarasi Stockholm 1972 : di katakan “Setiap manusia memiliki hak fundamental
atas lingkungan yang sehat dan layak bagi kehidupan”dan “Setiap manusia
bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan demi kepentingan generasi kini
dan mendatang”. Namun demikian hasil konferensi Stockholm tidak efektif karena
karusakan lingkugan masih terus terjadi baik di Negara maju maupun dunia
ketiga, hal ini membuat keprihatinan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemudian
membentuk apa yang dinamakan dengan World Commission on Environment and
Development yang pada akhirnya melahirkan beberapa konsep salah satunya adalah
Sustaineble Development dimana dikatakan berbagai pengembangan sektoral,
seperti : pertanian, kehutanan, industry, energi, perikanan, investasi,
perdagangan, bantuan ekonomi, memerlukan sumber daya alam yang harus
dilestarikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara
berkelanjutan.
Kerjasama internasional diperlukan
untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992, pada Earth
Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah
gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu
perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan
persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Perjanjian ini,
yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang
memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk
memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990.
Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya,
Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius,
menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa,
yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang
6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara berkembang, tidak
diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001,
Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa
perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat
besar. Ia juga menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang
tidak dibebani dengan persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto
Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila Negara-negara industri yang bertanggung
jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak
meratifikasinya. Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden
RusiaVladimir Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk
berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol
Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya
akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di
atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena
negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan
menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol
ini memiliki posisi yang sangat kuat.Penolakan terhadap perjanjian ini di
Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara
dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar
fosil.Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk
melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama
disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa
biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang
lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke
peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan
lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam
polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti
sulit dilakukan. Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga
pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal
untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan
dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk menegoisasikan
isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang
wajib diterapkan pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca.
Para negoisator merancang sistem dimana suatu negara yang memiliki program
pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi
yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon.
Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda,
dapat membeli kredit polusi di pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang
lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh keuntungan bila sistem
ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah
kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih
dari 5 persen di bawah tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual
kredit emisi ke negaranegara industri lainnya, terutama mereka yang ada di Uni
Eropa.
Protokol Kyoto adalah sebuah
amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),
sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang
meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon
dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan
emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang
telah dikaitkan dengan pemanasan global. Nama resmi persetujuan ini adalah
Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change
(Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Ia
dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada
16 Maret1998 dan ditutup pada 15 Maret1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada
16 Februari2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata – rata
cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050. (sumber : Nature,
Oktober 2003).
Sebagai kesimpulan saya mengambil pendapatnya Emil Salim
(dalam Andi Sudirman Hamsah,2007:98) mengemukakan bahwa, jaringan hubungan
timbal balik antara manusia dengan segala jenis benda, zat organis dan bukan
organis serta kondisi yang ada dalam suatu lingkungan membentuk suatu
ekosistem. Jaringan hubungan dalam ekosistem ini bisa tumbuh secara stabil
apabila berbagai unsur dan zat dalam lingkungan ini berada dalam keseimbangan.
Hubungan yang sedemikian erat dan ketergantungan manusia
terhadap lingkungannya, Jadi seyogyanya menimbulkan kesadaran akan pentingngnya
keberlanjutan lingkungan hidup yang lestari dan seimbang sehingga hal tersebut
perlu di atur dengan jelas, apalagi sebahagian besar negara di dunia ini
menganut sistem atau mengklaim negaranya sebagai negara hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar