Jumat, 29 Agustus 2014

TIGA NILAI DASAR HUKUM DALAM MASYARAKAT

1. KEPASTIAN HUKUM
Demi kepastian hukum, di haruskan membuat apa yang dinamakan algemene regels (peraturan/ketentuan umum); di mana peraturan/ketentuan umum ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum. Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat, karena kepastian hukum mempunyai sifat sebagai berikut: a) adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya; b) sifat undang-undang yang berlaku bagi siapa saja. Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang diberi sanksi adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut,atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.

            Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan perundang-undangan dibuat dan diundangkan secara pasti, karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir), dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian peraturan perundang-undangan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma.
Ada dua macam pengertian kepastian hukum, yaitu kepastian hukum oleh karena hukum, dan kepastian hukum dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum yang berguna. Kepastian hukum oleh karena hukum memberi dua tugas hukum yang lain, yaitu menjamin keadilan hukum serta hukum harus tetap berguna; sedangkan kepastian hukum dalam hukum tercapai, apabila hukum tersebut sebanyak-banyaknya undang-undang. Dalam undang-undang tersebut tidak terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang berdasarkan suatu sistem yang logis dan praktis). Undang-undang dibuat berdasarkan rechtswerkelijkheid (keadaan hukum yang sungguh-sungguh) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan. Dalam prakteknya, apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan hukum, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain.         Adapun hal ini dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan hukum, sebaliknya tidak jarang pula keadilan hukum mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka keadilan hukum yang harus diutamakan. Alasannya adalah, bahwa keadilan hukum pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan, sedangkan kepastian hukum lahir dari suatu yang konkrit. 
2. KEMANFAATAN HUKUM
Penganut aliran utilitas menganggap, bahwa tujuan hukum semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafat sosial, bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan salah satu alatnya.
Menurut saya, alam telah menempatkan manusia di bawah pengaturan dua penguasa yang berdaulat (two sovereign masters), yaitu penderitaan (pain) dan kegembiraan (pleasure). Keduanya menunjukkan apa yang harus dilakukan, dan menentukan apa yang akan dilakukan. Fakta bahwa kita menginginkan kesenangan, dan berharap untuk menghindari penderitaan, ini berarti kita bisa membuat keputusan, bahwa kita harus mengejar kesenangan.
seperti yang dikemukakan aliran utilitas yang menganggap, bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat.
Aliran utilitas memasukkan ajaran moral praktis yang menurut penganutnya bertujuan untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin warga masyarakat. Kesepahaman dalam bernegara karena bahwa negara dan hukum semata-mata ada hanya untuk manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat. Sehingga tujuan hukum adalah untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang terbedar, untuk terbanyak orang). Tetapi, kebahagiaan disini perlu kita ketahui bahwa untuk memperbesar kebahagiaan, terlebih dahulu tentunya, harus memiliki ukuran kebahagiaan. Lalu, bagaimana caranya mengukur kebahagiaan itu? Sesuatu yang menyenangkan seseorang, belum tentu juga menyenangkan bagi orang lain. Seseorang yang senang membaca, kemungkinan besar tidak senang berjudi. Sebaliknya, seseorang yang senang berjudi, juga kemungkinan besar tidak senang membaca. Bahkan, bagi kita sendiri, sangat sulit untuk mengukur kebahagiaan. Hal-hal yang berbeda memberikan kesenangan yang berbeda pula, yang sulit untuk diperbandingkan. Bagaimana caranya membandingkan kebahagiaan yang diperoleh dari makan dan kebahagiaan yang diperoleh dari membaca? Bahkan, hal yang serupa, seperti makan, dapat memberikan kesenangan yang berbeda tingkatannya, pada waktu dan suasana yang berbeda. Makan, jauh lebih menyenangkan ketika sedang kelaparan, daripada ketika sedang kenyang. Jadi, dapat dilihat, bahwa kebahagiaan tidak mungkin untuk didefinisikan dan diukur secara konkret.
Keberadaan hukum adalah untuk mengayomi manusia, baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif yakni upaya menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar; sedangkan secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak.
3. KEADILAN HUKUM
          Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah hukum dimasyarakat. Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. keadilan sebagai justitia constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi yaitu keadilan adalah kehendak yang terus menerus dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya, atau tribuere cuique suum  to give everybody his own, keadilan memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya. Perumusan ini dengan tegas mengakui hak masing-masing person terhadap lainnya, serta apa yang seharusnya menjadi bagiannya, demikian pula sebaliknya.
          Keadilan sudah dibicarakan sejak zaman dulu kala. Dalam hubungan antara keadilan dengan negara, bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan dan harmoni. Harmoni di sini artinya warga hidup sejalan dan serasi dengan tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga negara menjalani hidup secara baik sesuai dengan kodrat dan posisi sosialnya masing-masing. Keadilan mengandung arti berbuat kebajikan, atau dengan kata lain, keadilan adalah kebijakan yang utama.. Prinsip ini beranjak dari asumsi untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional.
          Keadilan alamiah adalah keadilan yang daya berlakunya tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu, serta keberadaannya bukan hasil pemikiran masyarakat. Keadilan hukum adalah keadilan yang pada asalnya tidak berbeda, tetapi bilamana telah dijadikan landasan, ia menjadi berlainan. Keadilan di bagi atas dua kelompok, yaitu keadilan umum (iustitia generalis) dan keadilan khusus (iustitia specialis). Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya, keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan menjadi:
1) keadilan distributif (iustitia distributiva),
2) keadilan komutatif (iustitia commutativa), dan
3) keadilan vindikatif (iustitia vindicativa).
Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. Sebagai contoh, negara hanya akan mengangkat seorang menjadi hakim, apabila orang itu memiliki kecakapan menjadi hakim. Keadilan komutatif adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan kontraprestasi. Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam tindak pidana. Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
          Menurut pemikiran kritis kita memandang, bahwa keadilan tidak lain sebuah fatamorgana, seperti orang melihat langit yang seolah-olah kelihatan, akan tetapi tidak pernah menjangkaunya, bahkan juga tidak pernah mendekatinya. Walaupun demikian, haruslah diakui, bahwa hukum tanpa keadilan akan terjadi kesewenang-wenangan. Sebenarnya keadilan dan kebenaran merupakan nilai kebajikan yang paling utama, sehingga nilai-nilai ini tidak bisa ditukar dengan nilai apapun. Karena mengapa? Kita lebih mengutamakan keadilan hukum dengan mengurangi sisi kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, seperti sebuah bandul (pendulum) jam. Mengutamakan keadilan hukum saja, maka akan berdampak pada kurangnya kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, demikian juga sebaliknya.



HUBUNGAN KE TIGA NILAI DASAR HUKUM DIATAS SEBAGAI BERIKUT:

           Suatu keinginan akan tercapainya kehidupan yang aman dan sejahtera, untuk mencapainya kemudian pemerintah membentuk suatu alat untuk mengatur kehidupan warganya agar nantinya tujuan yang akan dicapai tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya. Alat tersebut dinamakan sebagai “Hukum”.
Seperti kita ketahui bersama, ada tiga fungsi utama dari hukum sebagaimana telah disampaikan oleh pakar-pakar ilmu hukum yaitu: keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.  Ketika kita berbicara mengenai kepastian hukum, tentu kita mengingat kembali akan asas legalitas sebagaimana terdapat dalam pasal 1 KUHP.  Pasal 1 ayat (1) KUHPidana memuat asas (beginsel) yang teercakup dalam rumus (formule), nullum dellictum, nulla poenasiene lege poenali, yaitu tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yang terlebih dahuklu menyebut perbuatan yang bersangkutan sebagai delik dan memuat suatu hukuman yang dapat dijatuhkan atas delik itu.
          Akhir-akhir ini sering mendengarkan benturan-benturan hukum, ini disebabkan Karena tidak jarang antara kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, benturan antara kepastian hukum dengan kemanfaatan, dan antara keadilan dengan kepastian hukum. Contoh yang mudah untuk dipahami adalah jika hakim dihadapkan dalam sebuah kasus untuk mengambil sebuah keputusannya adil. Pembaruan oleh hakim melalui putusannya juga tidak bisa dilakukan secara maksimal, selain pengaruh civil law system yang menghendaki hakim mendasarkan diri secara ketat pada bunyi undang-undang meski undang-undang tersebut telah ketinggalan zaman. Maka penerapan keadilan dalam pembuatan putusan  bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Paradigma berpikir hakim juga lebih condong pada mendasarkan diri pada filsafat positivisme hukum. Melihat dari sudut pandang ini tujuan utama hukum menjadi bukan keadilan melainkan kepastian. Hanya hal yang bersifat pasti saja yang dapat dijadikan ukuran kebenaran. Ukuran adil cenderung disesuaikan dengan rasa keadilan pribadi masing-masing. Masyarakat pada umumnya masih beranggapan putusan hakim yang ada masih kaku dengan dengan bunyi aturan dalam undang-undang.
          Keadilan adalah hak asasi yang harus dinikmati oleh setiap manusia yang mampu mengaktualisasikan segala potensi manusia. Tentu dalam hal ini akan memberikan nilai dan arti yang berbeda keadilan yang berbeda untuk terdakwa dan pihak lain yang jadi korban ketika hakim membuat putusan. Maka dalam hal ini bisa saja keadilan akan berdampak pada kemanfaatan bagi masyarakat luas. Tetapi ketika kemanfaatan masyarakat luas yang harus dipuaskan, maka nilai keadilan bagi orang tertentu mau tidak mau akan dikorbankannya. Maka keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum akan sangat sulit untuk ditegakkan secara bersama.
          Hukum memiliki fungsi tidak hanya menegakkan keadilan tetapi juga menegakkan kepastian dan kemanfaatan. Keadilan bisa saja lebih diutamakan dan mengorbankan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Sebagai jalannya kita mengambil skala asas prioritas yang harus dijalankan, dimana perioritas pertama selalu keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir barulah kepastian hukum. Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara setiap individu didalam masyarakat. Hukum juga memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Apalagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang. Kita mengambil skala Asas prioritas yang mengedepankan keadilan daripada manfaat dan kepastian hukum menjawab persoalan kemajemukan di Indonesia. Tetapi menjadi catatan penerapan asas prioritas dapat dilakukan selama tidak mengganggu ketenteraman dan kedamaian manusia selaku subjek hukum dalam masyarakat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar