a.
Penyidik Polri
1)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk:
a)
Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana
b)
Melakukan
tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c)
Menyuruh
berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d)
Melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
e)
Melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat
f)
Mengambil
sidik jari dan memotret seseorang
g)
Memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h)
Mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
i)
Mengadakan
penghentian penyidikan
j)
Mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Tersebut butir s/d butir j
diatas adalah kewenangan Penyidik Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat
(1) KUHAP
2) Kewajiban penyidik sehubungan dengan
kewenangan yang dimiliki secara rinci berdasarkan pada masing-masing kewenangan
seperti tercantum diatas adalah sebagai berikut:
a)
Dalam
hal menerima laporan atau pengaduan, penyidik berkewajiban untuk:
(1)
Mencatat
laporan atau pengaduan yang diajukan oleh pelapor atau pengadu secara lisan,
serta wajib menandatanganiny disamping pelapor atau pengadu (Pasal 108 ayat (5)
KUHAP)
(2)
Memberikan
Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan kepada yang bersangkutan, setelah
laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan setelah laporan atau pengaduan
diterima (Pasal 108 ayat (6) KUHAP)
b)
Dalam
hal melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian dalam KUHAP masalah
penanganan TKP penyidik hanya mempunyai wewenang melakukan tindakan pertama
pada saat di Tempat Kejadian Perkara (TPTKP), sedangkan kegiatan pengolahan
TKP, harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan terhadap masing-masing kegiatan
yang dilakukan, yang berupa penggeledahan/ memasuki rumah penyitaan,
penangkapan dan lain-lain untuk itu berkewajiban untuk:
(1)
Membuat
Berita Acara Pemeriksaan di TKP yang dibuat atas kekuatan Sumpah Jabatan,
ditanda tangai oleh semua pihak yang terlibat didalamnya (Pasal 75 ayat (1)
huruf I ayat (2) KUHAP)
(2)
Menghadirkan
2 (Dua) orang saksi setiap memasuki TKP yang berupa rumah atau tempat tertutup
lainnya apabila pemilik atau penghuni rumah menyetujuinya. Apabila pemilik/
penghuni rumah keberatan atau tidak hadir maka harus dihadirkan pula Kepala
Desa atau Ketua Lingkungan (Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP)
(3)
Memperlihatkan
benda yang diketemukan di TKP, kepada orang dari mana benda itu akan disita
atau kepada keluarganya, yang ditanda tangani oleh penyidik, pemilik barang/
darimana barang disita atau keluarganya yang disaksikan oleh Kepala Desa atau
Ketua Lingkungan dan 2 (Dua) orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP)
(4)
Membuat
Berita Acara Penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang darimana
benda itu disita atau keluarganya, yang ditanda tangani oleh penyidik, pemilik
barang/ darimana barang disita atau keluarganya yang disaksikan oleh Kepala
Desa atau Ketua Lingkungan dan 2 (Dua) orang saksi (Pasal 129 ayat (2) KUHAP)
c)
Dalam
hal menyuruh orang berhenti seorang Tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka, Penyidik berkewajiban menjunjung tinggi hukum yang berlaku (Pasal 7
ayat (3) KUHAP)
d)
Dalam
hal melakukan penangkapan penyidik berkewajiban:
(1)
Memperlihatkan
Surat Tugas dan memberikan Surat Perintah penangkapan kepda tersangka, yang
mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta
uraian singkat perkara kejadian yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa
(Pasal 37 ayat (1) KUHAP)
(2)
Memberikan
tembusan Surat Perintah Penangkapan kepada keluarganya segera setelah
penangkapan dilakukan (Pasal 18 ayat (2) KUHAP)
(3)
Apabila
dalam melakukan penangkapan diperlukan tindakan hukum berupa penggeledahan
badan atau pakaian, harus dibuatkan Berita Acara Penggeledahan Pakaian atau
Badab. Dalam hal diketemukan barang bukti maka supaya dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku (Pasal 37 ayat (2) KUHAP)
e)
Dalam
hal melakukan penahanan penyidik berkewajiban:
(1)
Memberikan
kepada tersangka Surat Perintah Penahanan yang mencantumkan identitas tersangka
dan menyebutkan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan (Pasal 21 ayat (2) KUHAP)
(2)
Memberikan
tembusan Surat Perintah Penahanan kepada keluarga Tersangka (Pasal 21 ayat (3)
KUHAP)
(3)
Memberitahukan
terhadap tersangka tentang penahanan atas dirinya, keluarganya atau orang lain
yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan penasehat hukum
atau jaminan bagi penangguhan penahanannya (Pasal 59 KUHAP)
(4)
Mengeluarkan
tersangka dari tahanan demi hukum setelah tersangka ditahan 60 (Enam Puluh)
hari (Pasal 24 ayat (4) KUHAP)
(5)
Mulai
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka dalam waktu 1 (Satu) hari setelah
perintah penahanan itu dijalankan (Pasal 50 ayat (1) dan 122 KUHAP)
f)
Dalam
hal melakukan penggeledahan penyidik berkewajiban:
(1)
Menunjukkan
tanda pengenal penyidik kepada tersangka atau keluarga apabila akan melakukan
penggeledahan rumah (Pasal 125 KUHAP)
(2)
Meminta
ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk mengadakan penggeledahan rumah
(Pasal 33 ayat (1) KUHAP)
(3)
Membuat
Surat Perintah bagi Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memasuki
rumah (Pasal 33 ayat (2) KUHAP)
(4)
Menghadirkan
2 (Dua) orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni rumah menyetujui
pelaksanaan penggeledahan rumah, dan menghadirkan pula Kepala Desa atau Ketua
Lingkungan dalam hal tersangka atau penghuni rumah menolak atau tidak hadir
(Pasal 33 ayat (3) dan (4) KUHAP)
(5)
Membuat
Berita Acara jalannya dan hasil penggeledahan rumah, setelah 2 (Dua) hari
memasuki atau menggeledah rumah dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau
penghuni rumah yang bersangkutan yang sebelumnya dibacakan lebih dahulu,
kemudian diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penyidik maupun tersangkanya
atau keluarganya dan atau Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan 2 (Dua)
orang saksi (Pasal 33 ayat (5) dan 126
ayat (1), (2) KUHAP)
(6)
Segera
melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat guna memperoleh
persetujuannya, terhadap pelaksanaan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik
dalam keadaan sangat perlu dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat ijin
terlebih dahulu (Pasal 34 KUHAP)
(7)
Memberitahu
Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi penyidik dari daerah hukum dimana
penggelegahan itu dilakukan, apabila penyidik harus melakukan penggeledahan
rumah diluar daerah hukumannya (Pasal 36 KUHAP)
g)
Dalam
hal melakukan penyitaan penyidik berkewajiban untuk:
(1)
Menunjukkan
tanda pengenal penyidik kepada orang dari mana benda itu disita (Pasal 128
KUHAP)
(2)
Minta
surat ijin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat sebelum penyitaan dilakukan
(Pasal 38 ayat (1) KUHAP)
(3)
Segera
melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuan
penyitaan yang dilakukan, apabila dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin mendapatkan surat ijin
terlebih dahulu
(4)
Memberikan
surat tanda penerimaan kepada tersangka dan atau pejabat kantor pos dan
telekomunikasi apabila penyidik dalam keadaan tertangkap tangan menyita paket
atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh
Kantor Pos dan telekomunikasi dan atau kepada orang yang menguasai benda yang
dapat disita yang menyerahkan benda tersebut kepada penyidik (Pasal 41 dan 42
ayat (1) KUHAP)
(5)
Memperlihatkan
benda yang akan disita kepada orang darimana benda itu akan disita kepada
keluarganya, yang disaksikan oleh Kapala Desa atau Ketua Lingkungan dengan 2
(Dua) orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP)
(6)
Membuat
Berita Acara Penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang darimana
benda itu disita, atau keluarganya dan Kepala Desa (Pasal 129 ayat (2) DAN (4)
KUHAP)
(7)
Mencatat
berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas,
tempat, hari, dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita
(Pasal 130 ayat (1) KUHAP)
h)
Dalam
hal melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat penyidik berkewajiban untuk:
(1)
Meminta
persetujuan dari mereka yang berkewajiban merahasiakan surat-surat tersebut
menurut undang-undang (sepanjang tidak menyangkut rahasia negara) atau atas
ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali Undang-undang menentukan
lain (Pasal 43 KUHAP)
(2)
Meminta
ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri apabila akan membuka, memeriksa, dan
menyita surat yang dikirim melalui pos yang dicurigai mempunyai hubungan dengan
perkara pidana yang sedang diperiksa (Pasal 47 ayat (1) KUHAP)
(3)
Merahasikan
dengan sungguh-sungguh mengenai isi surat tersebut atas kekuatan Sumpah dan
jabatan (Pasal 48 ayat (3) KUHAP)
(4)
Membuat
Berita Acara Pemeriksaan atau penyitaan surat, dan mengirimkan turunannya
kepada Kepala Kantor Pos yang bersangkutan (Pasal 49 KUHAP).
i)
Dalam
hal mengambil sidik jari dan memotret seseorang penyidik berkewajiban:
(1)
Menjunjung
tinggi hukum yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP)
(2)
Membuat
berita acara pengambilan sidik jari dan berita acara pemotretan yang selain
ditanda tangani oleh petugas yang melaksanakan dilakukan oleh semua pihak yang
terlibat dalam tindakan tersebut, dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan (Pasal
75 ayat (1) huruf k, dan ayat (3) KUHAP).
j)
Dalam
hal melakukan pemanggilan seseorang penyidik berkewajiban:
(1)
Memanggil
dengan surat panggilan yang sah dan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas
dengan memperhatikan tenggang waktu antara diterimanya panggilan dengan hari
seseorang harus memenuhi panggilan tersebut (Pasal 112 ayat (1) KUHAP)
(2)
Segera
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka maupun saksi (Pasal 50 KUHAP)
k)
Dalam
hal melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau saksi penyidik berkewajiban:
(1)
Memperhatikan
hak-hak tersangka sebagaimana diatur dalam Undang-undang yaitu:
(a)
Segera
diperiksa
(b)
Diberitahukan
yang dipersangkakan
(c)
Memberi
keterangan secara bebas
(d)
Mendapat
bantuan juru bahasa
(e)
Mendapat
bantuan hukum
(f)
Memilih
sendiri penasehat hukum
(g)
Menghubungi
Penasehat hukum/ perwakilan negaranya, dokter pribadi, keluarganya, rohaniawan
(bagi tersangka yang ditahan)
(h)
Mengirim/
menerima surat
(i)
Mengajukan
saksi atau ahli yang menguntungkan
(j)
Menuntut
ganti kerugian dan rehabilitasi
(2)
Mendatangi
ke tempat kediaman tersangka atau saksi yang dipanggil tetapi tidak bisa
datang, karena alasan patut dan wajar (Pasal 113 KUHAP)
(3)
Memberitahukan
kepada seorang yang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum pemeriksaan
dimulai, tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam
perkaranya wajib didampingi penasehat hukum (Pasal 114 KUHAP)
(4)
Menunjuk
penasehat hukum bagi tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan
hukuman mati atau ancaman Lima Belas Tahun atau lebih atau bagi mereka yang
tidak mampu yang diancam dengan pidana Lima Belas Tahun lebih yang tidak
mempunyai penasehat hukum sendiri (Pasal 56 KUHAP)
(5)
Menanyakan
kepada tersangka apakah menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan
baginya, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara (Pasal 116 ayat (3)
KUHAP)
(6)
Memanggil
dan memeriksa saksi sebagaimana butir (5) diatas (Pasal 116 ayat (4) KUHAP)
(7)
Mencatat
keterangan tersangka dan atau saksi dalam berita acara yang ditayangkan oleh
penyidik dan oleh yang memberi keterangan, setelah mereka menyetujui isinya
(Pasal 118 ayat (1) KUHAP)
(8)
Mencatat
dalam berita acara dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan
tanda tangannya dengan menyebutkan alasannya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP)
(9)
Segera
membuat berita acara yang diberi tanggal dan mencatat tindak pidana yang
dipersangkakan dengan menyebutkan waktu, tempat dan keadaan waktu tindak pidana
dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan
mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap
perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara (Pasal 121 KUHAP)
(10) Mulai melakukan pemeriksaan, dalam hal
tersangka ditahan waktu paling lama satu hari setelah perintah penahanan itu
dijalankan (Pasal 122 KUHAP)
(11) Memberikan turunan Berita Acara
Pemeriksaan Tersangka, atas permintaan tersangka yang bersangkutan atau
penasehat hukumnya untuk kepentingan pembelaan (Pasal 72 KUHAP)
l)
Dalam
hal mendatangkan/ minta bantuan orang ahli, penyidik berkewajiban:
(1)
Mengajukan
permintaan keterangan ahli secara tertulis kepada ahli kedokteran, kehakiman/
dokter dan atau ahli lainnya, untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana (Pasal 133 ayat (1) dan (2) KUHAP)
(2)
Memberikan
terlebih dahulu kepada keluarga korban, dalam hal sangat diperlukan untuk
pembuktian harus atau tidak mungkin lagi dihindari dilakukan bedah mayat/
penggalian mayat (Pasal 134 ayat (1) dan 135 KUHAP)
m)
Dalam
hal menghentikan penyidikan, penyidik berkewajiban segera memberitahukan kepada
Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya (Pasal 109 ayat (2) KUHAP)
n)
Dalam
hal mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, dalam
pelaksanaan hal ini (yang disebut sebagai diskresi) penyidik berkewajiban
memperhatikan batasan-batasan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab (Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 dan pasal 7 ayat (1) huruf
j KUHAP)
Catatan
Yang dimaksud dengan ”
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab ” sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 KUHAP dan Pasal 7 ayat
(1) huruf j ialah
Ø Tidak bertentangan dengan suatu aturan
hukum
Ø Selaras dengan kewajiban hukum yang
mengharuskan tindakan jabatan
Ø Tindakan itu harus patut dan masuk akal
dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
Ø Atas pertimbangan yang layak berdasarkan
keadaan memaksa
Ø Menghormati Hak Asasi Manusia
3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 KUHAP, penyidik berwenang untuk melakukan tugas
penyidikan diseluruh wilayah Indonesia untuk itu penyidik berkewajiban:
a)
Menjunjung
tinggi hukum yang berlaku
b)
Segera
melakukan kegiatan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP)
c)
Memberitahukan
kepada Penuntut Umum dalam hal penyidik telah memulai melakukan penyidikan
(Pasal 109 ayat (1) KUHAP)
d)
Mengkoordinasikan,
mengawasi dan memberikan petunjuk kepada penyelidik dalam melaksanakan tugas
penyelidikannya (Pasal 105 KUHAP)
e)
Memberikan
petunjuk dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan terhadap penyidikan
yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS (Pasal 107 ayat (1)
KUHAP)
f)
Segera
menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum setelah selesai melakukan
penyidikan (Pasal 8 ayat (2) dan 110 ayat (1) KUHAP)
g)
Segera
melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari Penuntut Umum, dalam
hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan umum untuk dilengkapi.
h)
Menyampaikan
kembali berkas perkara yang diperbaiki tersebut, dalam waktu empat belas hari
sejak tanggal penerimaan kembali berkas perkara (Pasal 138 ayat (2) KUHAP)
i)
Menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum (Pasal 8
ayat (3) KUHAP)
j)
Memberitahukan
kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya dalam hal penyidik menghentikan
penyidikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan
merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum (Pasal 109 ayat
(2) KUHAP)
4) Penyidik atas kuasa Penuntut Umum
berwenang menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi ahli dan atau juru
bahasa kesidang Pengadilan, dalam hal tindak pidana ringan (TIPIRING) dan atau
dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan (Pasal 205 ayat
(2) dan 212 KUHAP) berkewajiban untuk:
a)
Memberitahukan
secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus
menghadap sidang pengadilan dalam hal tersebut dicatat dengan baik oleh
penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke Pengadilan (Pasal 207
ayat (1) huruf a KUHAP)
b)
Mengembalikan
benda sitaan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan
dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan (Pasal 46 dan Pasal
215 KUHAP)
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
1) Dalam melaksanakan tugas, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil mempunyai wewenang untuk melakukan tugas penyidikan sesuai dengan
Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7 ayat (2) KUHAP
dan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor:
M-04-PW.07.03 Tahun 1984) untuk itu Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS
berkewajiban untuk:
a)
Menjunjung
tinggi hukum yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP)
b)
Segera
melakukan kegiatan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 ayat (2) KUHAP)
c)
Melaporkan
kegiatan penyidikan yang dilakukan melalui Penyidik Polri (Pasal 107 ayat (2)
KUHAP)
d)
Menyerahkan
berkas perkara kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polri (Pasal 107 ayat (2)
KUHAP)
e)
Segera
melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari Penuntut Umum, dalam
hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi (Pasal 110
ayat (3) KUHAP)
f)
Menyampaikan
kembali berkas perkara yang diperbaiki tersebut, dalam waktu empat belas hari
sejak tanggal penerimaan kembali berkas perkara kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Polri (Pasal 138 ayat (2) KUHAP)
g)
Menyerahkan
tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum (Pasal 8 ayat
(3) KUHAP)
h)
Segera
menyerahkan hasil penyidikannya kepada kepada Penuntut Umum melalui penyidik
Polri, tanpa dibedakan perkara dengan berita acara pemeriksaan biasa, singkat,
atau cepat melalui Penyidik Polri terlebih dahulu, baru kemudian diserahkan
kepada Penuntut Umum untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (Pasal
107 ayat (3) KUHAP dan Fatwa M.A No. 207/TU/SRT/PID/1990 tanggal 14 April 1990.
2) Dalam hal Undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya tidak mengatur secara tegas kewenangannya yang diberikan, maka
berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.PW.07.03 Tahun
1984 Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS berwenang untuk melaksanakan tugas:
a)
Menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
b)
Melakukan
tindakan pertama pada saat itu di tempay kejadian dan melakukan pemeriksaan
c)
Menyuruh
berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d)
Melakukan
penyitaan benda dan atau surat
e)
Mengambil
sidik jari dan memotret seseorang
f)
Memanggil
orang dan untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
g)
Mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan tersangka.
h)
Mengadakan
penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik (Polri) bahwa
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan tindak pidana dan
selanjutnya melalui Penyidik (Polri) memberitahukan hal tersebut kepada
Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya.
i)
Mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan
j)
Dalam
melakukan tugasnya sebagaimana tersebut diatas Penyidik Pegawai Negeri Sipil/
PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan (Pasal 1 ayat (1) KEP
MENKEH RI Nomor: M.04.PW.07.03 Tahun 1984)
3) Kewajiban Penyidik Pegawai Negeri Sipil/
PPNS sehubungan dengan kewenangan yang dimiliki secara rinci berdasarkan pada
masing-masing kewenangan seperti yang tercantum diatas sebagai berikut:
a)
Dalam
hal menerima laporan atau pengaduan Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS
berkewajiban:
(1)
Mencatat
laporan atau pengaduan yang diajukan oleh pelapor atau secara pengadu secara
lisan, serta menandatanganinya disamping pelapor atau pengadu (Pasal 108 ayat
(5) KUHAP)
(2)
Memberikan
surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan, setelah
laporan pengaduan diterima (Pasal 108 ayat (6) KUHAP)
b)
Dalam
melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkewajiban:
(1)
Membuat
Berita Acara Pemeriksaan di TKP yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan,
ditanda tangani oleh semua pihak yang terlibat didalamnya (Pasal 75 ayat (1)
huruf I dan ayat (2) KUHAP)
(2)
Menghadirkan
dua orang saksi setiap kali memasuki TKP yang berupa murah, apabila pemilik
rumah menyetujuinya. Apabila pemilik rumah keberatan atau tidak hadir maka
harus dihadirkan pula Kepala Desa atau Ketua Lingkungan (Pasal 33 ayat (2) dan
ayat (3) KUHAP)
(3)
Memperlihatkan
benda yang akan disita kepada orang darimana benda itu akan disita atau kepada
keluarganya, dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan
dua saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP)
(4)
Membuat
Berita Acara Penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang darimana
benda itu disita atau keluarganya yang disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua
Lingkungan dan dua orang saksi (Pasal 129 ayat (2) KUHAP)
c)
Dalam
menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka, Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS berkewajiban membuat Berita
Acara dalam melakukan tindakan tersebut dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan
(Pasal 75 ayat (2) KUHAP)
d)
Dalam
melakukan penyitaan benda dan atau surat Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS
berkewajiban untuk:
(1)
Menunjukkan
tanda pengenal penyidik kepada orang dari mana benda itu disita (Pasal 128
KUHAP)
(2)
Minta
urat ijin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat sebelum penyitaan dilakukan
(Pasal 38 ayat (1) KUHAP)
(3)
Segera
melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuan
penyitaan yang dilakukan, apabila dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin mendapatkan surat ijin
terlebih dahulu
(4)
Memberikan
tanda penerimaan kepada tersangka dan atau pejabata kantor pos dan
telekomunikasi apabila penyidik dalam keadaan tertangkap tangan menyita paket
atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh
Kantor Pos dan telekomunikasi, dan atau kepada orang yang menguasai benda yang
dapat disita yang mengerahkan benda tersebut kepada penyidik.
(5)
Memperlihatkan
benda yang akan didita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada
keluarganya, yang disaksikan oleh Kepala Desa/ Ketua Lingkungan dengan dua
orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP)
(6)
Membuat
Berita Acara Penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dalam dari
mana benda itu disita atau keluarganya, dan turunannya disampaikan kepada
atasan penyidik dan dari mana benda itu disita atau keluarganya dan Kepala Desa
(Pasal 129 ayat (2) dan (4) KUHAP)
(7)
Mencatat
berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas,
tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita
(Pasal 130 ayat (1) KUHAP)
(8)
Meminta
persetujuan dari mereka yang berkewajiban merahasiakan surat-surat tersebut
menurut undang-undang (sepanjang tidak menyangkut rahasia negara atau atas ijin
khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali undang-undang menentukan lain
(Pasal 43 KUHAP)
(9)
Meminta
ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri apabila akan membuka, memeriksa dan menyita
surat yang dikirim melalui pos, yang dicurigai mempunyai hubungan dengan
perkara pidana yang sedang diperiksa (Pasal 47 ayat (1) KUHAP)
(10) Merahasiakan dengan sungguh-sungguh
mengenai isi surat tersebut atas kekuatan sumpah dan jabatan (Pasal 48 ayat (3)
KUHAP)
(11) Membuat Berita Acara pemeriksaan atau
penyitaan surat, dan mengirimkan turunannya kepada Kepala Kantor Pos yang
bersangkutan (Pasal 49 KUHAP)
e)
Dalam
hal mengambil sidik jari dan memotret seseorang penyidik Pegawai Negeri Sipil/
PPNS berkewajiban membuat Berita Acara pengambilan sidik jari dan berita acara
pemotretan yang selain ditanda tangani oleh petugas yang melaksanakan ditanda
tangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut, dan dibuat
atas kekuatan sumpah dan jabatan (Pasal 75 ayat (10) huruf K, ayat (2) dan ayat
(3) KUHAP)
f)
Dalam
hal pemanggilan seseorang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS berkewajiban:
(1)
Memanggil
dengan surat panggilan yang sah dan menyebutkan alasan pemanggilan secara
jelas, dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya
panggilan tersebut (Pasal 112 ayat (1) KUHAP)
(2)
Segera
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka maupun saksi (Pasal 50 KUHAP)
g)
Dalam
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau saksi Penyidik Pegawai Negeri
Sipil/ PPNS berkewajiban:
(1)
Mendatangi
ke tempat kediaman tersangka atau saksi yang dipanggil tetapi tidak bisa
datang, karena alasan patut dan wajar (Pasal 113 KUHAP)
(2)
Memberitahukan
kepada seorang yang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum pemeriksaan
dimulai, tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam
perkaranya wajib didampingi penasehat hukum (Pasal 114 KUHAP)
(3)
Menunjuk
penasehat hukum bagi tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan
hukuman mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasehat hukum sendiri (Pasal 56 KUHAP)
(4)
Menanyakan
kepada tersangka apakah menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan
baginya, hal tersebut harus dicatat dalam Berita Acara (Pasal 116 ayat (3)
KUHAP)
(5)
Memanggil
dan memeriksa saksi sebagaimana butir (4) diatas (Pasal 116 ayat (4) KUHAP)
(6)
Mencatan
keterangan tersangka dan atau saksi dalam Berita Acara yang ditanda tangani
oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan, setelah mereka menyetujui
isinya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP)
(7)
Mencatat
dalam Berita Acara dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan
tanda tangannya, dengan menyebutkan alasannya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP)
(8)
Segera
membuat Berita Acara yang diberi tanggal dan memuat tindak pidana yang
dipersangkakan dengan menyebutkan waktu tempat dan keadaan pada waktu tindak
pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal mereka dari tersangka dan atau saksi,
keterangan mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu
yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara (Pasal 121 KUHAP)
(9)
Memberikan
turunan Berita Acara Pemeriksaan tersangka, atas permintaan tersangka yang
bersangkutan atau penasehat hukumnya untuk kepentingan pembelaan (Pasal 72
KUHAP)
h)
Dalam
hal mendatangkan bantuan orang ahli yang diperlukan hubungannya dengan
pemeriksaan perkara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS berkewajiban
mengajukan permintaan keterangan ahli secara tertulis kepada ahli, dalam hal
diterima pengaduan tentang surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga
palsu oleh penyidik Pasal 132 ayat (1) KUHAP)
i)
Dalam
hal menghentikan penyidikan, setelah mendapat petunjuk dari penyidik Polri
bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan tindak pidana,
penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS dapat menghentikan penyidikan.
Dalam rangka penyelidikan,
penyelidik memiliki wewenang sebagai berikut:
1) Berdasarkan pasal 5 KUHAP
a)
Menerima
laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
b)
Mencari
keterangan dan alat bukti
c)
Menyuruh
berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri
d)
Mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
e)
Penangkapan,
larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan
f)
Pemeriksaan
dan penyitaan surat
g)
Mengambil
sidik jari dan memotret seseorang
h)
Membawa
dan menghadapkan seorang penyidik (tersebut huruf e s/d h) adalah kewenangan
penyelidik atau perintah penyidik
2) Berdasarkan pasal 9 KUHAP
Kewenangan penyidik
berdasarkan Pasal 9 KUHAP melakukan tugas penyelidikan di seluruh wilayah
Indonesia dan wajib melaporkan kegiatan penyelidikannya kepada penyidik
sedaerah hukumnya
Kewajiban penyelidik
sehubungan dengan kewenangan yang dimiliki secara umum adalah membuat dan
menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sesuai dengan wewenang yang
diatas (Pasal 5 ayat (1) KUHAP), sedangkan secara rinci berdasarkan pada
masing-masing kewenangan seperti tercantum diatas adalah sebagai berikut:
a)
Dalam
hal menerima laporan atas pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana,
penyelidik berkewajiban:
(1)
Segera
melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat (1) KUHAP)
(2)
Segera
membuat berita acara dan melaporkan kepada penyidik sedaerah hukum (Pasal 102
ayat (3) KUHAP)
(3)
Dalam
melaksanakan penyelidikannya, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenalnya
(Pasal 104 KUHAP)
(4)
Wajib
memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepda pelapor atau
mengadu, setelah menerima laporan atau pengaduan. (Pasal 108 ayat (6)
KUHAP)
b)
Dalam
hal mencari keterangan dan barang bukti, penyelidik berkewajiban segera
melaporkan hasil penyelidikannya kepada Penyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)
c)
Dalam
hal menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka penyelidik berkewajiban:
(1)
menjunjung
tinggi hukum yang berlaku
(2)
membuat
berita acara dalam melakukan tindakan tersebut dan dibuat diatas kekuatan
sumpah dan jabatan (Pasal 75 ayat (2) KUHAP)
d)
Dalam
hal mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, penyelidik
berkewajiban menjunjung tinggi hukum yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP)
Catatan:
Yang
dimaksud tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab vide kewajiban
penyidik Polri diatas.
e)
Dalam
hal melakukan
(1)
Penangkapan,
larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan
(2)
Pemeriksaan
dan penyitaan surat
(3)
Mengambil
sidik jari dan memotret seseorang
(4)
Membawa
dan menghadapkan seorang penyidik adalah kewenangan atas perintah penyidik
(Pasal 5 ayat (2) KUHAP)
(a)
Membuat
dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut kepada penyidik
(Pasal 5 ayat (2) KUHAP)
(b)
Karena
wewenang ini diberikan atas perintah penyidik, maka kewajiban penyelidik dalam
melaksanakan wewenangnya sesuai kewajiban penyidik secara rinci diatas.
Dalam hal diperlukan proses
penyidikan yang menuntut dilakukannya tindakan-tindakan tertentu, maka dalam
hal tertangkap tangan, hendaknya dengan cepat dan tepat terhadap peristiwa
ditangani dengan tindakan-tindakan baik yang sudah secara limitatif diberikan
kewenangannya untuk itu bagi penyelidik, maupun berdasarkan perintah penyidik
dengan kemungkinan kelulusan pilihan dari tindakan lain yang diperlukan sejauh
memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam pasal 5 ayat (1) angka 4 KUHAP
beserta penjelasannya.
PENYIDIKAN
Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang,
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka. Tindakan penyidik
terdiri dari Penanganan TKP, Pemanggilan, Penangkapan Penahanan dan pemeriksaan
dan penyerahan berkas perkara.
Kegiatan penyidikan tindak
pidana pada hakekatnya merupakan suatu upaya penegakan hukum yang bersifat
pembatasan/ pengekangan hak-hak warga negara dalam rangka usaha untuk
memulihkan tertanggungnya keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan umum guna terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat .
Oleh karenanya penyidikan
tindak pidana sebagai salah satu tahap dari pada penegakan Hukum Pidana harus
dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Proses penyidikan tindak
pidana merupakan urut-urutan/ tahap-tahapan pelaksanaan penyidikan sebagai
berikut:
A.
Penanganan
TKP
Tempat Kejadian Perkara (TKP)
adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/ terjadi atau akibat yang
ditumbuhkan dan tempat-tempat lain dimana barang-barang bukti atau korban yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut diketemukan.
Masalah TKP diatur dalam KUHAP
hanya tentang ”melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian”
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b KUHAP dan ”kewajiban penyidik
dan penyelidik yang telah menerima laporan tersebut untuk segera datang ke
tempat kejadian” sebagaimana diatur
dalam Pasal 111 ayat (3) KUHAP. Sedangkan penanganan terhadap tempat kejadian
pekara dilakukan dalam dua tahap yaitu:
1.
Tindakan
pertama pada saat ditempat kejadian
Tindakan ini biasa disebut di
kalangan Polri, tindakan pertama di tempat kejadian. Perkara (TPTKP) adalah
tindakan penyidik/ penyelidik yang harus segera mendatangi TKP, dalam rangka
untuk melakukan:
a.
Pertolongan
atau perlindungan terhadap korban/ anggota masyarakat
b.
Pengamanan
serta penutupan tempat kejadian perkara dari kemungkinan rusaknya bukti-bukti
di TKP akibat ulah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
c.
Mempertahankan
status qua artinya mempertahankan supaya situasi TKP tetap tidak berubah
sebagaimana pada saat ditinggal oleh pelaku.
2.
Pengolahan
tempat kejadian perkara
Pengolahan Tempat Kejadian
Perkara adalah merupakan tindakan penyidik untuk:
a.
Mengecek
kebenaran laporan/ pengaduan atau informasi yang telah diterima
b.
Mencari,
mengumpulkan dan menganalisa barang bukti, fakta dan informasi untuk mengetahui
apa yang sebenarnya terjadi dan siapa korban, saksi dan pelakunya.
Langkah-langkah pengolahan
TKP, terdiri dari kegiatan-kegiatan:
a) Memasuki TKP baik berupa rumah/ tempat
tertutup lainnya atau tempat-tempat lain dalam rangka untuk
b) Mencari mengumpulkan dan mengambil jejak/
barang bukti yang terdapat di TKP dan sekitarnya yang kaitannya dengan tindak
pidana yang terjadi dan atau menangkap tersangkanya
Pengolahan TKP dalam KUHAP
tidak diatur secara khusus tentang kewenangan, maka untuk itu kegiatan-kegiatan
tersebut diatas harus dilakukan sebagaimana ketentuan-ketentuan dasar yang
mengaturnya.
Sebagai perbandingan dalam hal
memasuki TKP yang berupa rumah/ tempat tertutup lainnya, apabila disimak bahwa
tindakan memasuki rumah untuk mencari dan menyita barang bukti serta menangkap
tersangka adalah merupakan tindakan penggeledahan rumah sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 butir 17 KUHAP, maka dalam pelaksanaan kegiatan ini harus
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang penggeledahan, baik yang
mengatur tata cara masuk rumah serta kelengkapan administrasi penyidikannya.
Sedangkan apabila dilihat
kepentingan pencahariannya, pengumpulan dan pengambilan jejak/ barang bukti di
TKP, hal ini merupakan ”tindakan penyitaan” sebagaimana diatur dalam Pasal 1
butir 16 KUHAP, maka dalam kegiatan inipun harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan undang-undang yang mengatur tentang penyitaan, baik yang
mengatur tata cara penyitaan maupun kelengkapan administrasi penyidikannya
dalam rangka mendukung pembuktian di sidang pengadilan.
B.
Pemanggilan
tersangka dan saksi
Pemanggilan tersangka dan
saksi pada hakekatnya sudah membatasi kebebasan seseorang, selaras dengan asas
perlindungan dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia maka pelaksanaan
pemanggilan harus menjunjung tinggi nilai hukum yang berlaku.
Ketentuan hukum dalam
pelaksanaan pemanggilan tersangka atau saksi adalah sebagai berikut:
1.
Dilakukan
oleh penyidik/ penyidik pembantu selaku pejabat yang berwenang untuk melakukan
pemanggilan guna didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi (Pasal 7
ayat (1) huruf G dan 11 KUHAP)
2.
Harus
mempergunakan surat panggilan yang sah dengan menyebutkan alasan pemanggilan
secara jelas serta mempertahatikan tenggang wakti yang wajar antara diterimanya
surat panggilan dan hari diharuskannya memenuhi panggilan tersebut (Pasal 112
ayat (1) KUHAP)
3.
Orang
yang dipanggil wajib datang kepada penyidik/ penyidik pembantu yang memanggil
dan apabila tidak datang tanpa alasan yang patut dan wajar dipanggil sekali
lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya (Pasal 112 ayat
(2) KUHAP)
4.
Jika
seseorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan
wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan,
penyidik tersebut datang ketempat kediamannya (Pasal 113 KUHAP)
5.
Penyidik/
penyidik pembantu wajib memanggil dan memeriksa daksi yang dapat menguntungkan
tersangka, (SAKSI A DECHARGE) sebegaimana yang dikehendaki/ dinyatakan ileh
tersangka dalam BAP atas dirinya (Pasal 116 ayat 4 KUHAP)
C.
PENANGKAPAN
Penangkapan pada hakekatnya
adalah merupakan pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka, apabila
terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan/ pemeriksaan, menurut cara
yang diatur dalam KUHAP, sebagaimana diatur dalam bab V bagian ke satu Pasal 16
s/d Pasal 19 KUHAP
Perintah penangkapan dilakukan
terhadap seorang adalah apabila seorang tersebut diduga keras melakukan tindak
pidana atas dugaan yang kuat tadi, harus didasarkan pada bukti permulaan yang
cukup, sebagaimana diatur dalam Pasal 117 KUHAP
Ketentuan hukum di dalam
kegiatan penangkapan adalah sebagai berikut:
1.
Penangkapan
dengan surat perintah penangkapan sebagai beriktu:
a.
Untuk
kepentingan penyelidikan, penyelidik dan penyelidik pembantu berwenang
melakukan penangkapan (Pasal 5 ayat (1) huruf B Pasal 16 ayat (1) KUHAP)
b.
Untuk
kepentingan pendidikan , penyidik/ penyidik pembantu berwenang melakukan
penangkapan (Pasal 7 ayat (1) huruf D, Pasal 11 dan Pasla 16 ayat (2))
c.
Penangkapan
dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaai yang cukup (Pasal 17 KUHP)
2.
Penangkapan
tanpa surat perintah penangkapan
a.
Dalam
hal tertangkap tangan penangkapan segera menyerahkan tertangkap beserta barang
bukti yang ada kepada penyidik/ penyidik pembantu terdekat (Pasal 118 ayat (2)
KUHAP)
b.
Penyelidik
tanpa menunggu perintah dari penyidik, wajib segera melakukan tindakan yang
diperlukan dan rangka penyelidikan sebagaimana tersebut dalam pasal 5 ayat
(1)hurf b KUHAP serta wajib membuat berita acara terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan dan melaporkan kepada penyidik sedaerah hukum A(Pasal 102 ayat(2) dan
(3) KUHAP)
c.
Apabila
tersangka yang akan ditangkap berada diluar daerah yang jarak tempuhnya
diperkirakan akan melebihi waktu yang diterntukan oleh undang- undang, maka
penyelidik atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan membawa dan
menghadapkan tersangka kepada penyidik (Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 4 KUHAP)
3.
Kewajiban
yang harus dilakukan oleh petugas Polri/ Penyidik/ Penyelidik dalam pelaksanaan
penangkapan adalah sebagai berikut:
a.
Dalam
penangkapan petugas Polri harus memperhatikan surat tugas serta memberikan
kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas
tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara
kejahatan serta tempat ia akan diperiksa (Pasal 18 ayat (1) KUHAP)
b.
Tembusan
surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah
penangkapan dilakukan (Pasal 18 ayat (3) KUHAP)
c.
Jangka
waktu penangkapan paling lama satu hari (Pasal 19 ayat (1) KUHAP)
d.
Terhadap
tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan, kecuali dalam hal ia
telah memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (Pasal 19 ayat (2) KUHAP)
e.
Berita
acara penangkapan harus segera dibuat oleh pejabat yang bersangkutan atas
kekuatan sumpah jabatan. Setelah penangkapan dilakukan dan ditanda tangani oleh
semua pihak yang terlibat (Pasal 8 dan 75 KUHAP)
f.
Pada
waktu menangkap tersangka, penyelidik hanya berwenang menggeledah pakaian
termasuk benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras bahwa pada
tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita (Pasal 37 ayat (1) KUHAP), apabila tersangka
tersebut dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan
badan tersangka (Pasal 37 ayat (2) KUHAP)
D.
PENAHANAN
Pada hakekatnya penahanan
adalah pembatasan hak-hak warga negara yang diduga sebagai pelaku tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup, dalam tempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut
Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 20 KUHAP s/d pasal 31 KUHAP
Ketentuan hukum penahanan
adalahsebagai berikut:
1.
Yang
berwenang melakukan penahanan guna kepentingan pemeriksaan ditingkat penyidik
alah penyidik dan penyidik pembantu atas pelimpahan wewenang dari penyidik
(Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 11,Pasal 20 ayat (1) KUHAP)
2.
Tersangka
dapat dikenakan penahanan, harus memenuhi baik persyaratan subyektif maupun
persyaratan obyektif yaitu
a.
Persyaratan
subyektif adalah sebagaimana diatur pada pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu adanya
keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka
b.
Persyaratan
Obyektif adalah sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP
3.
Jenis
penahanan sebagaimana diatur dalam pasal 22 KUHAP adalah:
a.
Penahanan
rumah tahanan negara
b.
Penahanan
rumah
c.
Penahanan
kota
4.
Pengalihan
jenis penahanan
a.
Penyidik
berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan
yang lain (Pasal 23 ayat (1) KUHAP)
b.
Pengalihan
jenis penahanan dinyatakan tersendiri dengan surat perintah dari penyidik yang
tembusannya diberikan kepada tersangka dan keluarganya serta instansi yang
berkepentingan (Pasal 23 ayat (2) KUHAP)
5.
Jangka
waktu penahanan
a.
Berdasarkan
pasal 24 KUHAP
1)
Jangka
waktu penahanan oleh penyidik paling lama 20 hari (Pasal 24 ayat (1) KUHAP)
2)
Dapat
diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang selama 40 hari (Pasal 24 ayat
(2) KUHAP)
3)
Tersangka
dapat dikeluarkan dari penahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan apabila
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi (Pasal 24 ayat (3) KUHAP)
4)
Setelah
laku 60 hari tersebut penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari
penahanan demi hukum (Pasal 24 ayat (4) KUHAP)
b.
Berdasarkan
pasal 29 KUHAP
1)
Guna
kepentingan pemeriksaan penahanan sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 24
dapat diperpanjang berdasarkan alasan-alasan yang patut dan tidak dapat
dihindarkan
2)
Tersangka
menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter.
3)
Perkara
yang sedang diperiksa atau diancam dengan oenjara 9 Tahun atau lebih
4)
Perpanjangan
yang dimaksud paling lama 30 hari, dan dalam hal penahanan masih diperlukan
dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 30 hari
5)
Perpanjangan
diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri atas permintaan dan laporan hasil
pemeriksaan
6)
Penggunaan
kewenangan perpanjangan dilakukan secara bertahap
7)
Tersangka
dapar dikeluarkan dari tahanan apabila kepentingan pemeriksaan telah terpenuhi
8)
Setelah
waktu 60 hari tersangka harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum
walaupun pemeriksaan belum selesai.
9)
Tersangka
dapat mengajukan keberatan atas perpanjangan penahanannya ini kepada Ketua
Pengadilan Tinggi
6. Penangguhan Penahanan
a)
Atas
permintaan tersangka, penyidik menangguhkan tahanan dengan atau tanpa jaminan
uang atau janiman orang berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat (1)
dan pasal 132 KUHAP)
b)
Karena
jabatannya penyidik sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam
hal tersangka melanggar syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat (2) KUHAP)
7. Pengajuan keberatan penahanan
Tersangka/
keluarganya/ penasehat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau
jenis penahanan yang dikenakan terhadap tersangka kepada penyidik atau atasan
penyidik yang melakukan penahanan (Pasal 123 KUHAP)
8. kewajiban penyidik yang melakukan
penahanan
a)
Surat
Perintah Penahanan atau Penetapan hakim harus diberikan kepada tersangka (Pasal
21 ayat (2) KUHAP)
b)
Tembusan
Surat Perintah Penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim harus
diberikan kepada keluarganya (Pasal 21 ayat (3) KUHAP)
E.
PENGGELEDAHAN
Pada hakekatnya penggeledahan
merupakan salah satu kegiatan penyidikan untuk memasuki rumah, tempat tinggal
dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan badan atau
pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawa serta untuk disita, yang didalamnya akan menyangkut hak-hak warga
negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya penggeledahan wajib menjunjung
tinggi hukum yang berlaku.
Ketentuan
tertutup lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik/ penyidik pembantu dan penyelidik atas
perintah penyidik berwenang melakukan penggeledahan (Pasal 5 ayat (1) KUHAP)
2.
Penggeledahan
dapat dilakukan terhadap rumah, tempat tinggal/ tempat tertutup lainnya atau
badan atau pakaian (Pakaian 32 KUHAP)
3.
Penggeledahan
rumah atau tempat tertutup lainnya dilakukan:
a)
Dengan
Surat Ijin Kuasa Pengadilan Negeri daerah hukum (Pasal 33 ayat (1) KUHAP)
b)
Dalam
hal diperlukan atas perintah tertulis, Petugas Polri dapat memasuki rumah/
tempat tertutup lainnya (Pasal 33 ayat (2) KUHAP)
c)
Setiap
kali memasuki rumah, harus disaksikan oleh 2 (Dua) orang saksi dalam hal
tersangka atau penghuni menyetujui (Pasal 33 ayat (3) KUHAP)
d)
Setiap
kali memasuki rumah harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan
dengan 2 (Dua) orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni rumah yang bersangkutan
(Pasal 33 ayat 5 KUHAP)
e)
Dalam
waktu 2 (Dua) hari setelah melakukan penggeledahan rumah, harus dibuat Berita
Acaranya dan turunannya diberikan kepada Penghuni rumah yang bersangkutan
(Pasal 33 ayat (5) KUHAP)
4.
Dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak apabila penyidik/ penyidik pembantu
harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapat kan surat ijin terlebih
dahulu (Pasal 34 KUHAP) maka:
a)
Penggeledahan
dapat dilakukan tanpa Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri oleh penyidik
terhadap:
1)
Halaman
rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada diatasnya
2)
Setiap
tempat lain tersangka bertempat tinggal berdiam atau ada dan yang ada diatasnya
3)
Tempat
tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya
4)
Tempat
penginapan dan tempat umun lainnya
b)
Dalam
waktu 2 (Dua) hari setelah melakukan penggeledahan ditempat tersebut maka harus
dibuat berita acaranya dan turunannya diberikan kepada penghuni yang
bersangkutan (Pasal 33 ayat (5) KUHAP)
Dalam hal penggeledahan
seperti tersebut diatas penyidik tidak dapat diperkenankan memeriksa atau
menyita surat, buku, atau tulisan lain yang tidak ada hubungannya dengan tindak
pidana yang bersangkutan dan wajib segera melaporkan tentang tindakan
penggeledahan tersebut diatas kepada Ketua Pengadilan Negeri daerah hukum untuk
mendapatkan Persetujuan (Pasal 34 ayat (2) KUHAP)
5.
Dalam
hal tertangkap tangan (sebagaimana diatur dalam Pasal 35 KUHAP) penyidik
diperkenankan melakukan penggeledahan (memasuki):
a)
Ruang
dimana sedang berlangsung Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
b)
Tempat
dimana sedang berlangsung Ibadah atau Upacara Keagamaan
c)
Ruang
dimana sedang berlangsung Ibadah atau Upacara Keagamaan.
6.
Jika
penggeledahan rumah/ tempat tertutup lainnya harus dilakukan diluar daerah
hukum, pelaksanaannya harus diketahui oleh Pengadilan Negeri dan didampingi
oleh penyidik dari daerah hukum dimana penggeledahan itu dilakukan (Pasal 36
KUHAP)
7.
Dalam
hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda
pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya (Pasal 125 KUHAP)
8.
Penyidik
membuat Berita Acara jalannya hasil penggeledahan serta membacakan kepada yang
bersangkutan
9.
untuk
keamanan dan ketertiban penggeledahan, penyidik dapat mengadakan penjagaan atau
penutupan tempat yang bersangkutan dan berhak memerintahkan agar setiap orang
yang dianggap tidak perlu meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan
berlangsung (Pasal 127 ayat (1) dan (2) KUHAP)
F.
PENYITAAN
Pada hakekatnya penyitaan
adalah merupakan salah satu kegiatan penyidikan untuk mengambil alih dan atau
menyimpan dibawah kekuasaan penyidik, benda bergerak maupun tidak bergerak,
berujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, Penuntutan dan
Peradilan.
Sebagai tindakan hukum
terhadap harta benda milik warga negara/ orang lain oleh karena itu dalam
pelaksanaannya wajib menjunjung tinggi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Ketentuan-ketentuan hukum
didalam pelaksanaan penyitaan adalah sebagao berikut:
1.
Yang
berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik/ penyidik pembantudan atau
penyelidik atas perintah penyidik (Pasal 5 ayat 1b angka 1, Pasal 7 ayat 1
huruf d dan pasal 11 KUHAP)
2.
Penyitaan
hanya dapat dilakukan dengan Surat Ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal
38 ayat 2 KUHAP)
3.
Dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak, penyitaan dapat dilakukan tanpa ijin
Ketua Pengadilan Negeri, terbatas terhadap benda bergerak saja dan itu wajib
segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri guna memperoleh persetujuannya
(Pasal 38 ayat (2) KUHAP)
4.
Sesuai
dengan yang diatur dalam pasal 39 KUHAP, benda yang dapat dikenakan penyitaan
adalah:
a.
Benda
atau tagihan tersangka/ terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh/
sebagai tindak pidana atau untuk dipersiapkannya
b.
Benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk persiapannya
c.
Benda
yang dipergunakan untuk menghalangi penyidikan tindak pidana
d.
Benda
yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
e.
Benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
f.
Benda
yang berada dalam sitaan perkara perdata atau pailit sepanjang memenuhi
ketentuan sebagaimana tersebut pada butir A) S/D E).
5.
Dalam
hal tertangkap tangan, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa Surat Perintah
Penyitaan dan atau Surat Ijin Ketua Pengadilan Negeri terhadap :
6.
Penyidik
berwenang memerintahkan seorang untuk menyerahkan:
7.
Penyitaan
surat/ tulisan lain dari mereka yang diharuskan merahasiakannya menurut
undang-undang, sepanjang tidak menyangkut kepentingan negara, hanya dapat
dilakukan persetujuan mereka atau atas ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri,
kecuali apabila Undang-undang menentukan lain (Pasal 43 KUHAP)
8.
Penyitaan
dan perlakuan terhadap benda sitaan adalah sebagai berikut:
a.
Benda
sitaan negara disimpan sebaik-baiknya dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara yang bertanggung Jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai
dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang
untuk dipergunakan oleh siapapun (Pasal 44 KUHAP)
b.
Benda
sitaan yang mudah rusak atau membahayakan yang tidak mungkin untuk disimpan sampai
putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum
yang tetap, atau apabila biaya penyimpanan menjadi terlalu tinggi, sejauh
mungkin dengan persetujuan tersangka/ kuasanya dapat diambil tindakan:
1)
Apabila
perkara masih ditangan penyidik/ Penuntut Umum dengan disaksikan tersangka/
kuasanya
2)
Apabila
perkara sudah berada ditangan Pengadilan, maka benda tersebut dapat diambil/
dijual lelang oleh Penuntut Umum atas ijin Hakim yang menyidangkan perkara yang
bersangkutan dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya (Pasal 45 ayat 1 KUHAP)
c.
Hasil
pelelangan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti (Pasal 45 ayat 2
KUHAP)
d.
Guna
kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pasal 45 ayat (3) KUHAP)
e.
Benda
sitaan yang bersifat terlarang/ dilarang untuk diedarkan, dirampas untuk negara
atau dimusnahkan (Pasal 45 ayat (4) KUHAP)
9.
Benda
sitaan dikembalikan kepada orang/ mereka dari siapa benda itu disita atau yang
paling berhak antara lain apabila:
a.
kepentingan
penyidikan dan penentuan sudah tidak memerlukan lagi benda itu untuk pembuktian
atau perkara tersebut tidak jadi dituntut atau perkara dikesampingkan (Pasal 46
ayat (1) KUHAP)
b.
Putusan
hakim dalam acara pemeriksaan Peradilan menetapkan bahwa benda yang disita ada
yang tidak termasuk alat pembuktian, dan harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dari siapa benda itu disita (Pasal 82 ayat (3) huruf b dan d KUHAP)
10.
Penyidik
berhak membuka, memeriksa dan menyita surat-surat lain yang dikirim melalui
Kantor Pos/ Telkom atau perusahaan pengangkutan dengan surat ijin khusus Ketua
Pengadilan Negari (Pasal 47 KUHAP)
11.
Tata
cara melakukan penyitaan.
a.
Sebelum
melakukan penyitaan, penyidik lebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada
orang darimana benda itu disita (Pasal 128 KUHAP)
b.
Penyidik
memperlihatkan benda yang disita kepada orang dari mana benda itu akan disita,
kemudian membuat Berita acaranya disampaikan kepada yang bersangkutan (Pasal
129 KUHAP)
c.
Sebelum
dibungkus benda sitaan tersebut dicatat berat, jumlah, jenis, cirinya, tempat,
hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita,
kemudian diberi lak dan cap jabatan dan ditanda tangani oleh penyidik, apabila
sitaan tidak mungkin dibungkus maka dibuatkan label yang berisi hal-hal seperti
tersebut diatas untuk ditempelkan maupun dikaitkan pada benda tersebut (Pasal 130
KUHAP)
d.
Penyidik
dapat menggeledah dan menyita langsung surat-surat apabila ada dugaan kuat
didapat keterangan tentang tindak pidana darinya (Pasal 131 KUHAP)
G.
PEMERIKSAAN TERSANGKA DAN SAKSI
Pemeriksaan adalah merupakah salah satu kegiatan
penyidikan yang pada hakekatnya merupakan kegiatan komunikasi timbale balik
antara pemeriksa dan yang diperiksa untuk mendapatkan keterangan/ informasi
tentang tindak pidana yang terjadi, tersangka, saksi dan barang bukti.
Untuk kepentingan tersebut diperlukan kemampuan, tehnik
dan taktik pemeriksaan serta pendekatan yang tepat sesuai dengan ketentuan
Undang-undang dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Ketentuan hukum dalam pemeriksaan tersangka dan atau saksi sebagai
berikut:
1.
Pemeriksa
a)
Yang mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan
adalah penyidik/ penyidik pembantu (Pasal 7 ayat (1) huruf g dan Pasal 11
KUHAP)
b)
Penyidik/ penyidik pembantu membuat Berita Acara
Pemeriksaan dengan cara melihat terhadap tersangka dan atau saksi (Pasal 75
KUHAP)
c)
Setelah menerima penyerahan tersangka dalam hal
tertangkap tangan Penyelidik dan penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan
(Pasal 111 ayat (3) KUHAP)
d)
Sebelum mulai melakukan pemeriksaan, penyidik wajib
memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hokum
atau wajib didampingi oleh Penasehat Hukum (Pasal 114 KUHAP)
e)
Penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan
terhadap tersangka dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan (Pasal 115
ayat (1) KUHAP)
f)
Dalam pemeriksaan tersangka, pemeriksa menanyakan
apakah akan mengajukan saksi yang menguntungkan dirinya, bilamana ada, maka harus
dicatat dalam Berita Acara dan pemeriksa wajib memanggil dan memeriksa saksi
tersebut (Pasal 116 ayat (3) dan (4) dan Pasal 65 KUHAP)
g)
Dalam melakukan pemeriksaan baik terhadap tersangka
maupun saksi dilarang menggunakan kekerasan/ tekanan dan dalam Berita Acara
seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri
(Pasal 117 ayat (1) dan (2) KUHAP)
h)
Dalam hal tersangka/ saksi bertempat diluar daerah
hokum penyidik, pemeriksaan terhadap tersangka/ saksi dapat dibebankan kepada
penyidik ditempat tinggal tersangka/ saksi (Pasal 118 KUHAP)
i)
Dalam hal tersangka/ saksi ternyata bisu dan atau tuli
atau tidak dapat berbahasa Indonesia,
maka penyidik meminta bantuan kepada seorang ahli atau juru bahasa (Pasal 120
yo 53 KUHAP)
2.
Yang diperiksa dalam kegiatan pemeriksaan yang
dilakukan pemeriksaan adalah saksi, saksi ahli dan tersangka
a)
Saksi
1)
Diperiksa dengan tidak disumpah, kecuali ada cukup alas
an untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di
Pengadilan, maka pemeriksaan di Pengadilan, terhadap saksi dilakukan diatas
sumpah (Pasal 116 ayat (1) KUHAP)
2)
Diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan
satu dengan yang lain (Konfrontasi) dan mereka wajib memberikan keterangan yang
sebenarnya (Pasal 116 ayat (2) KUHAP)
b)
Saksi ahli/ ahli
1)
Penyidik dapat minta pendapat ahli/ orang yang memiliki
keahlian khusus (Pasal 120 ayat (1) KUHAP)
2)
Dalam memberikan keterangannya ahli tersebut mengangkat
sumpah/ janji (Pasal 120 ayat (2) KUHAP)
c)
Tersangka
1) Berhak segera diperiksa (Pasal 50 KUHAP)
2) Berhak diberitahukan dengan jelas dalam
bahasa yang dimengerti olehnya, tentang apa yang disangkakan padanya pada waktu
pemeriksaan dimulai (Pasal 51 KUHAP)
3) Berhak memberikan keterangan secara bebas
(Pasal 52 KUHAP)
4) Berhak meminta turunan Berita Acara
Pemeriksaan atas dirinya (Pasal 72 KUHAP)
5) Dalam hal tersangka ditahan, maka dalam
waktu satu hari setelah perintah penahanan dijalankan harus mulai diperiksa
(Pasal 22 KUHAP)
d)
Penyerahan Berkas Perkara
Penyerahan Berkas Perkara adalah
merupakan kegiatan akhir dalam kegiatan Proses Penyidikan tindak pidana adalah
tindakan penyidik untuk menyerahkan Berkas Perkara dan tanggung jawab tersangka
serta barang bukti, apabila berkas telah dinyatakan telah lengkap (P-21),
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) KUHAP
Sedangkan ketentuan hukumnya adalah
sebagai berikut:
1)
Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan,
penyidik wajib menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Hukum (Pasal 8 ayat
(2) dan pasal 110 ayat (1) KUHAP)
2)
Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari
penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu 7 (Tujuh) hari
wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap
atau belum (Pasal 138 ayat (1) KUHAP)
3)
Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil
penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, Penuntut Umum segera
mengembalikan Berkas Perkara, penyidik harus sudah menyampaikan kembali Berkas
Perkara itu kepada Penuntut Umum.
4)
Dalam hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan
untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai
dengan petunjuk dari Penuntut Umum (Pasal 110 ayat (3) KUHAP)
5)
Penyidikan
dianggap selesai apabila dalam waktu 14 (Empat belas) hari Penuntut Umum tidak
mengembalikan Berkas Perkara kepada penyidik, atau apabila sebelum batas waktu
tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang berkas perkara sudah lengkap
(Pasal 110 ayat (4) KUHAP)
6)
Penyidik pembantu menyerahkan berkas perkara kepada
penyidik, kecuali berkas perkara dengan acara pemeriksaan singkat dapat
langsung kepada Penuntut Umum (Pasal 12 KUHAP)
7)
Acara pemeriksaan terhadap tindak pidana ringan (Tipiring)
adalah pemeriksaan terhadap perkara yang diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (Tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,- (Tujuh Ribu Lima
Ratus Rupiah) dan penghinaan ringan, maka penyidik atas kuasa Penuntut Umum
dalam waktu 3 (Tiga) hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat,
menghadap terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke
siding Pengadilan (Pasal 205 ayat (1) dan (2) KUHAP)
8)
Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan
tidak diperlukan berita acara, oleh karena itu catatan penyidik tentang tindak
pidana yang terjadi segera diserahkan kepada Pengadilan Negeri
selambat-lambatnya pada kesempatan hari siding perkara berikutnya (Pasal 207
ayat (1) Jo Pasal 212 KUHAP) .
PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Dalam hal
penyidik menghentikan prnyidikan atas suatu tindak pidana, maka penyidik harus
memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya.
Alasan-alasan
yang menyatakan keabsahan penghentian penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal
109 ayat (2) KUHAP dan Pasal 76 ayat (1), 77, 78 dan 75 KUHP adalah sebagai
berikut:
a.
Perkara tidak cukup bukti
Apabila bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan kesalahan seorang
tersangka dalam tindak pidana yang dipersangkakan ternyata tidak atau belum
cukup walaupun sudah diupayakan secara maksimal. Dalam keadaan bukti yang
kurang, maka penyidikan harus dihentikan demi menjaga kepastian hokum dan hak
asasi tersangka.
Selama ini kasus semacam dalam praktek “ Jarang” dihentikan
penyidikannya, ada kesan dikembangkan (Floating Case) oleh penyidik yang
menganut aliran keselamatan dalam kegiatan penyidikan, artinya yang penting
selamat, dari pada dituntut Praperadilan .
Ada sementara penyidik beranggapan apabila penyidikan dihentikan,
khawatir akan dituntut Praperadilan, sedangkan dalam hal perkara dikembangkan
apabila ada tuntutan Praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan
dari pihak yang merasa dirugikan, maka dapat dijawab bahwa penyidik tidak
pernah menghentikan penyidikan, selamatlah penyidik dari tuntutan Praperadilan,
namun disisi lain tunggakan perkara makin bertumpuk.
b.
Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana
Peristiwa yang dipersangkakan kepda tersangka sebagaimana laporan/ aduan
atau hasil penyelidikan penyelidik ternyata bukan merupakan tindak pidana.
c.
Dihentikan demi hukum
Penyidikan dihentikan demi hokum artinya bahwa perkara tersebut “Sudah
tidak dapat lagi dilakukan penyidikan” apapun alasannya, sedangkan penghentian
penyidik tersebut butir a dan b diatas masih dapat dilakukan penyidikan
lanjutan apabila dipertemukan bukti-bukti baru yang dapat mendukung
dilakukannya penyidikan ulangan lanjutan terhadap perkara yang telah dihentikan
penyidikannya. Hal-hal yang menyebabkan penyidikan dihentikan demi hukum ialah:
1.
Tidak ada pengaduan/ pengaduan dicabut, bagi
delik-delik aduan (Pasal 76 ayat (1) KUHP)
2.
Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa tersebut
telah diputus oleh Hakim Pengadilan dengan keputusan yang tidak boleh dirubah
lagi/ tetap (Nebis In Idem) Pasal 76 ayat (1) KUHP)
3.
Tersangka meninggal dunia (Pasal 77 KUHP)
4.
Hak menurut tindak pidana telah kedaluarsa/ lewat waktu
artinya bahwa apabila:
a)
Sesudah lewat 1 Tahun bagi segala pelanggaran dan bagi
kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan cetakan
b)
Sesudah lewat 6 Tahun bagi kejahatan yang terancam
hukuman denda, kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 Tahun
c)
Sesudah lewat 12 Tahun, bagi segala kejahatan yang
terancam hukuman penjara sementara yang lebih dari 3 Tahun
d)
Sesudah lewat 18 Tahun, bagi semua kejahatan yang
diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup
Sedangkan Penghentian Penyidikan oleh PPNS dilaksanakan setelah mendapat
petunjuk dari Penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana atau dihentikan demi hukum dan
selanjutnya melalui penyidik Polri Pemberitahuan Penghentian hasil penyidikan
harus segera disampaikan kepada Penuntut Umum, Keluarganya atau Kuasanya (Pasal
108 ayat (2) dan (3) KUHAP dan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.PW.07.03
Tahun 1983 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pasal 2 huruf
h)
Ketika seorang saksi di minta laporanya setiap minggu apakah itu masih bisa dikatakan saksi... Atau namanya apa bang
BalasHapusKetika seorang saksi di minta laporanya setiap minggu apakah itu masih bisa dikatakan saksi... Atau namanya apa bang
BalasHapusSepertinya sudah menjadi tersangka
Hapusbandarq
BalasHapusMarioqq
Kontes SEO
MarioQQ SEO
Cerita Rakyat Indonesia
Berita Viral
Berita Terkini
Lucinta Luna Hamil!
Marioqq
bandarq
agen bandarq
domino99
aduq
bandar66
kakek gokil
Mantap
BalasHapusmantap Bapak ...mohon ijin share ke email saya..terimakasih
BalasHapus