Pengertian Ilmu Kedokteran Forensik
Kedokteran
forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh setiap dokter karena tanpa
terkecuali semua dokter pernah mendapatkan pengetahuan ilmu kedokteran forensik
diwaktu perkuliahan. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak
memberikan bantuan dalam penegakan hukum dan keadilan. Satu lagi yang harus
diingat bahwa dokter juga dapat menerima sanksi bila tidak memberikan bantuan
tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi
ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban
menurut undang-undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di
atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan.
Menurut
Prof.Dr.Budi Permana,Sp.F pelayanan di bidang forensik mencakup kriminalistik
yaitu pusat laboratorium Polri dan laboratorium lain, kedokteran forensik cs
yaitu termasuk pelayanan di rumah sakit, fakultas kedokteran negeri, Ladokpol,
Polri, Patologi forensik, Forensik klinik yang mencakup penganiayaan fisik,
kekerasan seksual, peracunanan, fitness to: be derained, be interviewed, stand
trial, competence. Prinsip kerja kedokteran forensik berdasarkan sumpah dokter,
etika, dan standar kebebasan profesi yang mempertimbangkan aspek obyektifitas
ilmiah, impartial, komprehensif, menyeluruh dan sesuai prosedural.
Pelayanan
di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam beberapa kasus masih
diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang kesehatan bantuan tersebut dapat
mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi Forensik,
Antopologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik yaitu. Jurusan
Biologi yang dekat dengan ilmu kedokteran yaiu Entomologi Forensik yang dalam
dua decade ini menunjukkan peranan yang meningkat. Patologi forensik adalah
pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada jaringan tubuh oleh karena
kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan pengadilan. Psikiatri Forensik
tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada tersangka. Toksikologi Forensik
adalah peristiwa keracunan yang berhubungan dengan peristiwa pidana. Radiologi
Forensik yang sudah lama berperan adalah cabang ilmu kedokteran yang sudah
banyak membantu dalam pemeriksaan korban dan jaringan tubuh menggunakan
pengetahuan dan teknologi radiologi.
Kaitan Ilmu kedokteran
forensik yang berkaitan langsung dengan KUHAP yaitu:
Dasar Pengadaan Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP
- Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
- Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
- Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Menurut pasal 133 KUHAP permintaan
visum et repertum merupakan wewenang penyidik, resmi dan harus tertulis, visum
et repertum dilakukan terhadap korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan
akibat peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum
disertai identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang
diminta, dan visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau
kepada dokter di rumah sakit.
Sanksi Hukum bila Menolak
Pasal 216 KUHP
Barang
siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa untuk mengusut
atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan, diancam dengan pidana penjara selama empat bulan dua minggu atau
denda paling banyak Sembilan Ribu Rupiah.
Pemeriksaan Mayat untuk Peradilan
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat
untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama Sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.
Permintaan Sebagai Saksi Ahli
Pasal 179 (1) KUHAP
Setiap
orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa
dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan
Bulan.
Pembuatan Visum et Repertum bagi
tersangka ( VeR Psikiatris)
Pasal 120
KUHAP
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia
dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam
hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula
minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Pasal 53 UU Kesehatan
(3)
Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis
terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.
Keterangan Ahli
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
- Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum)
Agar dapat diajukan ke sidang
pengadilan sebagai upaya pembuktian, keterangan ahli harus “dikemas” dalam
betuk alat bukti sah.
Alat Bukti Sah
Pasal 183 KUHAP
- Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP
- Alat bukti yang sah adalah:
(a)
keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk,
(e)
keterangan terdakwa
Keterangan ahli diberikan secara
lisan
Pasal 186
- keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186
Keterangan ahli dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang
dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di
waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).
Keterangan ahli diberikan secara
tertulis
Pasal 187 KUHAP
- Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
Dengan
melihat regulasi tersebut diatas diharapkan kedepan penyidik khusunyapihak
kedokteran forensik dan Kepolisian dapat
memberikan kontribusi terhadap hak-hak
korban dengan melihat peraturan-peraturan tersebut diatas. Seperti misalnya
dalam regulasi tersebut mengatur apa dan harus berbuat apa, tidak hanya terpaku
pada peraturan dalam KUHAP dan UU NO 2 tahun 2002 yang fokusnya hanya mencari
dan menemukan saerta mebuat titik terang terjadinya tindak pidana (termasuk
didalamnya menemukan pelaku tindak pidana). Dengan pengaturan-pengaturan yang
jelas ke depan pasal 98 KUHAP bukan hanya milik korban tindak pidana, tetapi
juga merupakan bagian dari jalannya sistem peradilan pidana.
Jadi Peranan
dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan adalah
membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsur-unsur yang di dakwakan
dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta memberikan gambaran bagi hakim
mengenai hubungan kausalitas antara korban dan pelaku kejahatan dengan
mengetahui laporan dalam visum et repertum.
Disamping
itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang memerlukan
keterangan dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli dalam
bidang ini untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi.
Implikasi teoritis persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan
suatu perkara yang memerlukan keterangan dokter forensik, hanya memerlukan
keterangan yang berupa visum et repertum tanpa perlu menghadirkan
dokter yang bersangkutan di sidang pengadilan. Sedangkan implikasi praktisnya
bahwa hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menangani perkara
yang memerlukan peran dari kedokteran forensik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar