Senin, 01 September 2014

KAITAN HUKUM PIDANA FORENSIK DENGAN KUHAP



Pengertian Ilmu Kedokteran Forensik
Kedokteran forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh setiap dokter karena tanpa terkecuali semua dokter pernah mendapatkan pengetahuan ilmu kedokteran forensik diwaktu perkuliahan. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak memberikan bantuan dalam penegakan hukum dan keadilan. Satu lagi yang harus diingat bahwa dokter juga dapat menerima sanksi bila tidak memberikan bantuan tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut undang-undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan.
Menurut Prof.Dr.Budi Permana,Sp.F pelayanan di bidang forensik mencakup kriminalistik yaitu pusat laboratorium Polri dan laboratorium lain, kedokteran forensik cs yaitu termasuk pelayanan di rumah sakit, fakultas kedokteran negeri, Ladokpol, Polri, Patologi forensik, Forensik klinik yang mencakup penganiayaan fisik, kekerasan seksual, peracunanan, fitness to: be derained, be interviewed, stand trial, competence. Prinsip kerja kedokteran forensik berdasarkan sumpah dokter, etika, dan standar kebebasan profesi yang mempertimbangkan aspek obyektifitas ilmiah, impartial, komprehensif, menyeluruh dan sesuai prosedural.
Pelayanan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam beberapa kasus masih diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang kesehatan bantuan tersebut dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi Forensik, Antopologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik yaitu. Jurusan Biologi yang dekat dengan ilmu kedokteran yaiu Entomologi Forensik yang dalam dua decade ini menunjukkan peranan yang meningkat. Patologi forensik adalah pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada jaringan tubuh oleh karena kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan pengadilan. Psikiatri Forensik tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada tersangka. Toksikologi Forensik adalah peristiwa keracunan yang berhubungan dengan peristiwa pidana. Radiologi Forensik yang sudah lama berperan adalah cabang ilmu kedokteran yang sudah banyak membantu dalam pemeriksaan korban dan jaringan tubuh menggunakan pengetahuan dan teknologi radiologi.

Kaitan  Ilmu kedokteran forensik yang berkaitan langsung dengan KUHAP yaitu:
Dasar Pengadaan Visum et Repertum 
Pasal 133 KUHAP
  1.  Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
  2.  Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
  3.  Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Menurut pasal 133 KUHAP permintaan visum et repertum merupakan wewenang penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et repertum dilakukan terhadap korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat peristiwa pidana. Bila pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai identitas label pada bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan visum tersebut ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah sakit.
Sanksi Hukum bila Menolak
Pasal 216 KUHP
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara selama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan Ribu Rupiah.
Pemeriksaan Mayat untuk Peradilan
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.
Permintaan Sebagai Saksi Ahli
Pasal 179 (1) KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan Bulan.
Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)
Pasal 120 KUHAP            
(1)   Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
Keterangan Ahli
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
  • Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum)
Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, keterangan ahli harus “dikemas” dalam betuk alat bukti sah.
Alat Bukti Sah
Pasal 183 KUHAP
  • Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP
  • Alat bukti yang sah adalah:
(a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk,
(e) keterangan terdakwa
Keterangan ahli diberikan secara lisan
Pasal  186
  • keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli).
Keterangan ahli diberikan secara tertulis
Pasal 187 KUHAP
  • Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
Dengan melihat regulasi tersebut diatas diharapkan kedepan penyidik khusunyapihak kedokteran forensik dan  Kepolisian dapat memberikan  kontribusi terhadap hak-hak korban dengan melihat peraturan-peraturan tersebut diatas. Seperti misalnya dalam regulasi tersebut mengatur apa dan harus berbuat apa, tidak hanya terpaku pada peraturan dalam KUHAP dan UU NO 2 tahun 2002 yang fokusnya hanya mencari dan menemukan saerta mebuat titik terang terjadinya tindak pidana (termasuk didalamnya menemukan pelaku tindak pidana). Dengan pengaturan-pengaturan yang jelas ke depan pasal 98 KUHAP bukan hanya milik korban tindak pidana, tetapi juga merupakan bagian dari jalannya sistem peradilan pidana.

Jadi Peranan dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsur-unsur yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum.
Disamping itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang memerlukan keterangan dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli dalam bidang ini untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi. Implikasi teoritis persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan suatu perkara yang memerlukan keterangan dokter forensik, hanya memerlukan keterangan yang berupa visum et repertum tanpa perlu menghadirkan dokter yang bersangkutan di sidang pengadilan. Sedangkan implikasi praktisnya bahwa hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menangani perkara yang memerlukan peran dari kedokteran forensik.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar